'sampah' the tragedy

Tuesday, May 30, 2006

sampah tak terangkut,,,,,,,,

Sampah Bandung Terancam tak Terangkut
BANDUNG, (PR).-Akibat ditutupnya tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwigajah, belasan ribu meter kubik sampah per hari di wilayah Bandung Raya (Kota Bandung, Kab. Bandung, dan Kota Cimahi) menumpuk di pinggir-pinggir jalan dan rumah-rumah penduduk.
Ket Gambar : Seorang petugas kebersihan (depan) mengumpulkan sampah yang ditumpuknya di Jalan Jenderal Sudirman Bandung, Selasa (22/2).*ANDRI GURNITA/"PR"
Produksi sampah warga Kota Bandung baik sampah organik maupun nonorganik setiap harinya mencapai 7.500 meter kubik. Sementara sampah di wilayah Kabupaten Bandung setiap hari mencapai 8.000 m3. Sedangkan volume sampah Kota Cimahi rata-rata 400 m3/hari.
Di seputar Kota Bandung terlihat tumpukan sampah menggunung di sejumlah tempat-tempat pembuangan sementara (TPS) maupun stasiun transfer di Kota Bandung. Bahkan di pinggir-pinggir jalan seperti di Jln. Sudirman dekat Pasar Andir, sampah terlihat menggunung dan menimbulkan bau tidak sedap.
Di seputar Kota Cimahi, terlihat tumpukan sampah di sejumlah TPS di Kota Cimahi mulai menggunung. Akibatnya, penarikan sampah dari rumah-rumah penduduk ke TPS pun dihentikan. Hal itu pun sempat menimbulkan protes dari masyarakat.
Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung, Awan Gumelar mengatakan dalam beberapa hari ini terjadi tumpukan sampah di seputar Kota Bandung karena tidak terangkut ke TPA Leuwigajah. "Kami mohon maaf kepada warga Kota Bandung, jika dalam beberapa hari ini sampah-sampah tidak terangkut. Mohon ini dimaklumi, karena TPA di Leuwigajah longsor. Sekarang ini kami sedang mengupayakan TPA alternatif," ujarnya kepada "PR" usai kunjungan Menko Kesra Alwi Shihab di lokasi bencana TPA Leuwigajah, Cimahi, Selasa (22/2).
PD Kebersihan Kota Bandung akan mengalihkan pembuangan sampah ke TPA Jelekong Kab. Bandung. Selain itu, akan meneliti kemungkinan membuang ke TPA Cileungsi, juga di Kab. Bandung.
Namun untuk meminimalkan produksi sampah terutama sampah rumah tangga, masyarakat diminta untuk berpartisipasi mengurangi produksi sampah dari rumahnya masing-masing lewat "3M" (mengurai, memanfaatkan dan mendaur ulang) sampah.
Awan mengaku belum tahu pasti kapan pembuangan sampah di Kota Bandung akan kembali normal seperti biasa. Sebab, hal itu tergantung kondisi TPA alternatif apakah mampu menampung sampah dalam jumlah besar, kondisi cuaca apakah hujan atau tidak hingga kondisi lingkungan apakah rute yang dilalui truk sampah banjir atau tidak.
"Kami sendiri berharap persoalan ini segera tuntas. Namun demikian, mengingat sifatnya emergency (darurat), maka yang penting bisa terangkut," tandasnya.
Wali Kota Bandung Dada Rosada menyatakan mengatasi sampah di Kota Bandung pasca longsornya TPA Leuwigajah bukan pekerjaan mudah. Apalagi, saat ini nyaris tidak ada lagi lahan kosong di Kota Bandung untuk dijadikan TPA. "Guna mengatasi semakin bertumpuknya sampah, antara Pemkot Bandung, Pemkot Cimahi dan Kabupaten Bandung sepakat mencari tempat pengganti," kata Dada di sela-sela meninjau banjir di Kec. Rancasari, Bandung Selasa kemarin.
Secara terpisah, Ketua DPRD Kota Bandung Husni Muttaqien, menyarankan agar Pemkot berusaha mandiri dengan mencari lokasi TPA di wilayahnya sendiri, misalnya TPA Pasir Impun. Sebab, jika TPA berada di wilayah lain, tidak semua sampah bisa terangkut karena jaraknya jauh di samping kemungkinan adanya hambatan nonteknis lainnya.
"Kita kan memiliki TPA Pasir Impun. Kenapa tidak dimanfaatkan saja ?" ujarnya.
Menurut Husni, persoalan sampah maupun TPA-nya, sebenarnya sudah jauh-jauh hari menjadi topik bahasan. Sebab, sistem persampahan di Kota Bandung perlu ditangani lebih serius lagi. Misalnya, antara sampah organik dan nonorganik dipisahkan.
"Persoalnnya, untuk menyediakan tempat sampah berikut tulisan organik dan nonorganik, dibutuhkan biaya tidak sedikit. Meskipun demikian, masalah ini akan kita sampaikan ke eksekutif untuk menjadi bahan bahasan," tutur dia.
Kab. Bandung
Menyusul ditutupnya TPA Leuwigajah, sampah dari wilayah Kabupaten Bandung kini pembuangannya dikonsentrasikan ke Tempat Pembuagan Akhir (TPA) Babakan Ciparay. "Sebetulnya ada dua lokasi alternatif untuk pembuangan sampah dari Kabupaten Bandung setelah ditutupnya TPA Leuwigajah, yaitu TPA Babakan Ciparay dan Pasir Buluh di Lembang. Namun saat ini lebih dikonsentrasikan ke TPA Babakan Ciparay," kata Kepala Dinas Kebersihan Kabupaten Bandung, Ir. H. Sudirman, M.Si., didampingi Kasubag TU, H. Nana Suryana, S.H., M.Si.
Menurut Sudirman, pilihan pembuangan sampah ke TPA Babakan Ciparay karena letaknya lebih dekat. Sementara TPA Pasir Buluh di Kecamatan Lembang selain jaraknya cukup jauh, juga jalan menuju ke sana berkelok-kelok.
Disebutkan, TPA alternatif yang ada di Babakan Ciparay masih menggunakan sistem yang sangat sederhana. Setelah sampah diturunkan dari dam dibiarkan saja terbuka di lokasi tanpa penimbunan yang dikenal dengan sistem open dumping. Luas lahan di lokasi tersebut ada sekitar 8 ha. Ke depannya sistem pengelolaan sampah di TPA tersebut bisa ditingkatkan lagi dengan sistem controlled landfield - yang diratakan di lokasi dan dilakukan kontrol. Sedangkan untuk melangkah pada sistem sanitary landfield - yang diratakan dan ditimbun menggunakan lapisan tanah dan pasir - bagi Kabupaten Bandung masih belum mampu.
Adanya lokasi alternatif untuk pembuangan sampah di Babakan Ciparay, tidak ada masalah bagi Kabupaten Bandung untuk membuang sampah dari masyarakat. Namun, dirinya mengakui ketika TPA Leuwigajah baru dinyatakan ditutup pengangkutan sampah sempat tersendat, kecamatan-kecamatan pun telah diberitahukan lewat surat atas hambatan tersebut. Mulai Selasa kemarin pengangkutan sampah kembali lancar.
Sampah di seluruh wilayah Kabupaten Bandung setiap hari yang bisa terangkut rata-rata sekira 1.232 m3 atau baru sekira 17,40 %, sedangkan sampah di perkotaan yang terangkut sudah mencapai 40,68 %. Sementara jumlah tumpukan sampah keseluruhan mencapai 8.000 m3 lebih, dengan asumsi produksi sampah setiap hari sebanyak 2 liter setiap orang dikalikan jumlah penduduk 4.189 jiwa.
Kota Cimahi
Pemerintah Kota Cimahi sampai saat ini masih kesulitan mencari alternatif lain yang bisa dijadikan tempat pembuangan sampah.
Hal itu diakui Wali Kota Cimahi, Ir. H.M. Itoc Tochija, M.M. Saat ini Pemkot Cimahi masih mencari alternatif yang bisa digunakan, di antaranya daerah di sekitar Sumedang, Babakan Arjasari, dan Cileungsi Kec. Lembang. Mengingat, Pemkab. Bandung berkeberatan jika Kota Cimahi membuang sampahnya ke TPA Jelekong.
Menyikapi belum adanya tempat pembuangan baru, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi Ir. Arlina Gumira K. M.Si mengatakan, pihaknya telah meminta seluruh camat dan lurah di Kota Cimahi untuk segera menginformasikan kepada warganya agar untuk menyetop pembuangan sampah. Pihaknya pun mengharapkan pengertian dari seluruh masyarakat Cimahi agar memahami kondisi yang ada saat ini.
"Jika terpaksa, sebetulnya kita masih bisa membuang sampah ke TPA Leuwigajah Cimahi. Asalkan, hanya sampah yang dari Cimahi saja karena jumlahnya relatif kecil dibandingkan Kota Bandung atau Kab. Bandung," tuturnya.
Wakil Gubernur Jawa Barat Nu'man Abdul Hakim mengatakan sudah mendesak dilakukan perubahan paradigma pengolahan sampah di Jawa Barat. Bahkan, Nu'man mengistilahkan mekanisme pengolahan sampai yang dilakukan saat ini sudah tidak lagi beradab, sehingga tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) seperti itu harus segera ditutup, termasuk TPAS Leuwigajah.
"Bahkan, sebelum musibah menimpa sebagian masyarakat yang tinggal berdekatan dengan TPA Leuwigajah pun, saya sudah berulang mengatakan kita harus secepatnya mengubah manajemen pengelolaan sampah saat ini, yang terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Bahkan, dari aspek teknis teknologi yang ada saat ini adalah teknologi warisan lama pada 1970-an," ungkap Nu'man Abdul Hakim kepada wartawan di Gedung Sate Bandung, Selasa (22/2).
Musibah longsoran gunungan sampah yang menimpa rumah-rumah penduduk terjadi tidak lama setelah sebelumnya Nu'man bersama pimpinan kepala daerah dari beberapa kota/kabupaten membahas pengolahan sampah terpadu (Kab./Kota Bandung, Kota Cimahi, Kab. Sumedang, dan Kab. Garut). Hanya saja, saat itu sempat muncul keluhan Nu'man karena kurangnya komitmen dari beberapa pimpinan kota/kabupaten.
Ia mengatakan mekanisme pengolahan sampah dengan open dumping sudah jauh tertinggal karena tidak mungkin menampung limpahan sampai seiring bertambahnya penduduk. Itu cara-cara yang digunakan pada 1970-an. Ada juga yang menggunakan teknis biogas atau sanitary lanfield. "Tapi itu kita lewat dan kita mencoba menawarkan konsep pengolahan sampah terpadu yang mengoordinasikan pengolahan sampah di lima kota dan kabupaten yang berdekatan, yakni Kota dan Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kab. Garut, dan Kab. Sumedang," tuturnya.
Konsep tersebut dinamakan Great Bandung Waste Management Corporation. "Selama 30 tahun pengelolaan sampah tidak secara komprehensif. Selama ini filosofi pengelolaan sampah yang dilakukan kita selama ini adalah dikumpulkan, ditampung, lalu dibuang di tempat akhir. Ini tidak manusiawi karena sampah itu pada akhirnya ada kandungan kimia yang berbahaya bagi lingkungan," ujarnya.
Nu'man mengungkapkan saat ini sampah di kawasan Bandung Raya telah mencapai 4,5 juta ton per hari. Jika dalam satu bulan sampah itu dikumpulkan, lanjutnya, akan menutupi Lapangan Gasibu Bandung setinggi enam meter atau setinggi Gedung Telkom di Jalan Japati. "Bisa dibayangkan ketika itu menimpa rumah-rumah penduduk dalam jarak lebih dari satu kilometer," tuturnya.
Ia menyatakan, sekarang Bandung Raya punya Leuwigajah dan Jelekong, dan beberapa TPA lainnya. Ke depan tidak mungkin karena lahan itu semakin sempit, sehingga sebetulnya harus ditutup. Jika pengelolaan sampah hanya dibuang saja seperti selama ini, lahan seluas 100 ha itu dalam 25 tahun akan habis dipenuhi sampah.
Karena itu, tambahnya, harus ada upaya-upaya penanganan teknologi sampah. "Dalam jangka pendek, kita bisa mengaplikasikan teknologi insenerator untuk membakar sampah sampai bubuk terkecil yang tidak berbahaya bagi manusia. Harganya memang relatif mahal yakni Rp 1 miliar untuk satu buah insenerator. Yang harus diperhatikan adalah juga harus ada pemisahan antara sampah domestik/rumah tangga dan rumah sakit yang harus berbeda manajemen dan cara pengelolaannya," ucap Nu'man Abdul Hakim.
Keteledoran
Sementara itu, menurut pakar lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita, longsornya gunungan sampah di TPAS Leuwigajah lebih dikarenakan keteledoran pemberian izin maupun pengawasan pelaksanaannya. Bukankah, masyarakat setempat tinggal lebih awal ketimbang TPA tersebut, kenapa bisa ada izin dekat dengan lokasi pemukiman. "Selain itu, kenapa membangun TPA di tempat yang tinggi, padahal struktur tanah di sebagian besar Jabar memang bersifat labil," ungkap Mubiar. (A-64/A-73/A-100/A-106/A-115/A-136/A-146)*** docPR,rabu23feb2005

masih banyak jenazah...


Hingga Selasa (22/2) Korban Tewas Mencapai 64 Orang
Masih Banyak Jenazah yang Sulit Dievakuasi

CIMAHI, (PR).-Upaya evakuasi yang dilakukan petugas dan masyarakat, Selasa (22/2) hingga pukul 17.00 WIB, berhasil menemukan 27 jenazah di lokasi longsoran sampah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Leuwigajah Cimahi. Dengan demikian, total sementara korban jiwa hingga pukul 17.00 WIB kemarin tercatat sebanyak 64 orang. Meski demikian, masih banyak jenazah yang sulit dievakuasi karena kondisi medan yang menyulitkan petugas.
Ket Gambar : Diiringi tatapan mata ratusan warga yang menonton evakuasi, salah seorang korban tewas digotong warga setelah ditemukan petugas penyelamat di bawah puing-puing rumahnya yang tertimbun gunungan sampah di Kp. Cilimus Desa Batujajar Timur Kec. Batujajar Kabupaten Bandung sekira pukul 14.30 WIB, Selasa (22/2).*M. GELORA SAPTA/"PR"
Dari 27 korban yang mayatnya ditemukan, 17 orang di antaranya warga RW 8 Kampung Gunung Aki dan RW 9 Kampung Cilimus, Desa Batujajar Timur, serta 10 warga lainnya ditemukan di perbatasan Kampung Pojok dan Kampung Cilimus. Mereka terdiri atas 4 jenazah warga Kampung Pojok RT 4 RW 10 Kel. Leuwigajah, Kec. Cimahi Selatan, Kota Cimahi, dan 6 jenazah warga Kampung Cilimus RT 1 RW 12, Kel. Batujajar Timur, Kec. Batujajar, Kab. Bandung.
Korban yang ditemukan di lokasi Batujajar disemayamkan di Masjid Al-Hidayah RT 1 RW 9, sedangkan yang ditemukan di Kampung Pojok disemayamkan di Masjid Jami Nurul Huda. Kemudian, mereka dimakamkan di pemakaman umum di tempat berbeda.
Sementara warga yang masih dinyatakan hilang sebanyak 108 orang, yang diketahui selamat sebanyak 223 orang, dan 94 jiwa dari 18 kepala keluarga (KK) di antaranya menempati posko pengungsian di SDN 2 Batujajar Kampung Haurngambang, Desa Batujajar Timur, Kec. Batujajar, Kab. Bandung. Sementara yang lainnya, mengungsi ke tempat sanak keluarganya di luar kampung yang masih wilayah Batujajar dan Cimahi.
Warga yang tinggal di posko pengungsian menempati empat ruang kelas di SDN 2 Batujajar dengan menggunakan folding bed yang dipinjam dari Kopassus Batujajar. Akibatnya, sejak Senin (21/2), sebanyak 415 siswa di SDN 2 Batujajar diliburkan.
Hal itu diakui Kepala SDN 2 Batujajar, Drs. Cucup. Proses belajar-mengajar terpaksa diliburkan karena ruang kelas digunakan untuk posko pengungsian. Diharapkan, Kamis (24/2) ini, proses belajar bisa kembali dilaksanakan dengan pembagian sekolah pagi dan siang. Jika ternyata ruangan kelas belum bisa digunakan, siswa untuk sementara akan dipindahkan ke sekolah lain. Sementara dari 415 siswa yang ada, diperkirakan sebanyak 41 orang.
Proses evakuasi dan pencarian korban jiwa sendiri relatif sulit dilakukan. Sejumlah kendala dihadapi petugas dan masyarakat, baik karena itu cuaca yang buruk, maupun keterbatasan alat. Keterangan yang berhasil dihimpun "PR" di lapangan, longsoran sampah yang terjadi Senin (21/2) tersebut menimbun permukiman penduduk dan pesawahan di wilayah RW 8, RW 9, dan RW 12 di wilayah Desa Batujajar Timur, Kec. Batujajar, Kab. Bandung serta RW 10 Kampung Pojok, Kel. Leuwigajah, Kec. Cimahi Selatan, Kota Cimahi.
Proses evakuasi
Dalam proses pencarian yang dimulai sekira pukul 7.00 WIB tersebut, sebanyak lima buah alat berat diturunkan ke lokasi longsor untuk mengeruk gunungan sampah yang menimbun permukiman warga. Puluhan bahkan ratusan petugas gabungan dari Polres Cimahi, Polsek Batujajar, Kodim 0609 Kab. Bandung, Kopassus Batujajar, sejumlah koramil di wilayah Kab. Bandung, Dinas Kesehatan Kab. Bandung, Tim SAR Kab. Bandung, Dinas Kesehatan Kota Cimahi, PMI Kab. Bandung, PMI Kota Cimahi, PMI Kota Bandung, dan Dinas Kesehatan Kota Cimahi, Pandu Keadilan, Satgana Daarut Tauhid, dan Gema Nusa Daarut Tauhid terjun ke lokasi untuk melakukan evakuasi.
Sekira pukul 8.30 WIB, petugas menemukan korban pertama yang diketahui identitasnya bernama Oting (97), warga RW 2/RW 9. Kemudian, petugas menemukan korban-korban lainnya, di antaranya Dewi Silvia (26) bersama anaknya Moh. Jodhy (3) yang ditemukan di timbunan sampah dalam posisi berpelukan. Dewi diketahui sebagai istri anggota Kopassus.
Proses evakuasi itu pun mengundang ratusan warga dari luar Kp. Cilimus atau Kampung Gunung Aki dan bahkan dari luar Desa Batujajar. Warga yang penasaran melihat lokasi longsor dan ingin melihat proses evakuasi sejak pagi hingga sore kemarin tak henti-hentinya membanjiri lokasi kejadian. Padahal, lokasi bencana sudah dibatasi police line. Bahkan, petugas berusaha memperingatkan warga untuk tidak mendekati lokasi longsor. Namun, hal itu sepertinya tidak dihiraukan warga. Kondisi itu pun menyebabkan proses evakuasi menjadi terhambat dan jalanan semakin licin.
Sementara sejumlah petugas mengaku kesulitan dalam mengevakuasi korban di tengah timbunan sampah. Karena hamparan sampah sudah menutupi permukiman penduduk. Sekalipun ada korban yang berhasil diketahui di sela-sela timbunan sampah, tetap saja mereka sulit untuk dikeluarkan. Mengingat, sebagian besar tubuh korban tergencet reruntungan bangunan. Akibatnya, petugas mengandalkan gergaji dan sepotong besi untuk mengorek-ngorek timbunan sampah yang diduga di dalamnya terdapat jenazah.
Menurut petugas, jika tidak ditemukan dalam waktu 1-2 hari sejak longsor, dipastikan mereka akan semakin sulit mencari korban. Tubuh korban akan lebih cepat membusuk di dalam timbunan sampah itu. Dalam dua hari kemarin saja, bau busuk dari tubuh korban cukup membuat mual petugas. Untuk itu, mereka berharap untuk memudahkan pencarian korbah diharapkan sejumlah alat berat diturunkan ke lokasi. Selain itu, mobil jenazah hendaknya dikirimkan ke lokasi mengingat yang baru ada saat ini hanyalah ambulans.
Menkokesra dan Mensos
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), Alwi Shihab dan Menteri Sosial (Mensos), Bachtiar Chamsah sore kemarin langsung meninjau lokasi longsor didampingi Gubernur Jabar, H. Danny Setiawan, Bupati Bandung Obar Sobarna, Wali Kota Cimahi, H.M. Itoc Tochija. Hadir juga, anggota DPR RI, Cecep Rukmana dan Dedy Jamaludin Malik.
Pada kesempatan itu, Menko Kesra menyerahkan bantuan dana sebesar Rp 100 juta dalam bentuk cek kepada Bupati Bandung untuk membantu operasional evakuasi di lapangan. Sementara, Mensos menyerahkan bantuan senilai Rp 75 juta berupa cek untuk membantu korban yang meninggal dunia.
Menurut Mensos, bupati diharapkan segera menyerahkan dana santunan kepada keluarga korban jiwa yang masing-masing sebesar Rp 4 juta/jiwa. Jika ternyata jumlah korban jiwa terus bertambah, diharapkan hal itu bisa dibantu dari Gubernur Jabar dan Bupati Bandung. "Soal relokasi ini, kita serahkan ke gubernur dan bupati," ucapnya.
Menyinggung evakuasi korban kata Mensos, pemerintah daerah bersama dinas dan instansi terkait diharapkan terus melakukan pencarian terhadap korban yang masih dinyatakan hilang. Selain itu, Pemkab Bandung harus segera mencari tempat lain untuk merelokasi warga yang menjadi korban longsor. Jangan sampai, warga dibiarkan terlalu lama tinggal di lokasi itu karena khawatir longsor susulan bisa terjadi kapan saja. "Mereka harus segera direlokasi ke tempat lain. Apalagi kan, gas dari sampah itu cukup berbahaya bagi kesehatan manusia," ujarnya.
Sementara Menko Kesra menyarankan agar evakuasi dan pembersihan lokasi bisa dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Pemda Kab. Bandung pun diharapkan memperhatikan nasib para pengungsi.
"Selamatkan apa yang bisa diselamatkan. Nasib para pengungsi pun harus diperhatikan," ujarnya.
Sementara hingga sore kemarin, keluarga korban yang selamat mengaku belum menerima bantuan apa pun dari pemerintah. Namun, bagi warga yang menempati tempat pengungsian mengaku sampai saat ini mereka mendapat bantuan makanan dan minuman yang cukup dari pemerintah.
Secara terpisah, Bupati Bandung, Obar Sobarna didampingi Wakil Bupati Bandung, H. Eliyadi mengharapkan untuk menanggulangi bencana longsor ini, tentunya Pemkda Kab. Bandung tidak bisa bekerja sendiri. Untuk itu, diharapkan semua pihak membantu meringkankan beban pemerintah dan korban longsor.
Menyinggung bantuan, katanya, sampai sejauh ini bantuan dari pihak mana pun mulai mengalir. Untuk menjaga transparansi pengelolaan dan penyalurannya, hal itu hendaknya dikelola dalam satu pintu. Jumlah sumbangan yang diterima pun dipampang sehingga bisa dicek setiap saat oleh siapa pun.
Menyikapi banyaknya warga dari luar Batujajar yang hanya sekadar menonton, menurut bupati, pihaknya terpaksa akan memblokir jalan, kecuali untuk petugas dan yang berkepentingan. Karena dengan banyaknya warga yang menonton, hal itu cukup mengganggu kinerja petugas yang tengah lakukan evakuasi.
Polda selidiki
Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat akan berusaha melihat secermat mungkin kasus ambrolnya gunung sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Leuwigajah, Kec. Cimahi Selatan, Kota Cimahi yang menewaskan puluhan warga setempat. Pasalnya, bisa saja kejadian itu karena ada faktor keteledoran manusia sehingga kelestarian alam tidak terjaga.
"Namun untuk sementara, saya melihat kejadian itu semata karena bencana alam biasa, indikasi adanya faktor keteledoran manusia belum terlihat," ujar Kapolda Jabar, Irjen Pol. Drs. Edi Darnadi sebelum berangkat ke Leuwigajah dengan menggunakan helikopternya, Selasa (22/2) di Mapolda Jabar, Jln. Soekarno-Hatta, Bandung.
Kepada wartawan, kapolda mengaku belum menerima laporan dari masyarakat yang mengharapkan agar kasus tersebut diselidiki oleh Polda Jabar dan kewilayahan (Polres Cimahi). Termasuk yang belum diterimanya, adalah isu adanya ledakan sebelum gunung sampah di TPA Leuwigajah itu ambrol lalu menewaskan puluhan atau bahkan ratusan orang. "Itu belum saya terima dan saya dengar," katanya.
Lepas dari soal itu, imbuhnya, sejak menerima laporan adanya kejadian itu, pihaknya sudah menurunkan ratusan anggotanya, baik dari Brimob, maupun Samapta. Anggota yang diturunkan itu, katanya, kurang lebih sebanyak 2 peleton dengan kemampuan yang berbeda. Ada yang memiliki kemampuan mengevakuasi korban, ada juga yang memiliki kemampuan pengamanan di lokasi kejadian.
Kapolda mengharapkan, anggotanya berhasil dengan segera mengeavakuasi seluruh korban yang terjebak dalam urukan sampah tersebut. "Mudah-mudahan semuanya segera berhasil dievakuasi," kata kapolda seraya menyampaikan bela sungkawa yang mendalam terhadap seluruh korban yang disebut-sebut bisa mencapai angka 141 orang itu.
Imbauan MUI
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Bandung, K.H. Yayat Ruhiyat Sirodj mengimbau dan mengajak seluruh umat Islam, khususnya yang ada di Kab. Bandung untuk melakukan doa bersama mendoakan korban longsor di wilayah Kab. Bandung dan Kota Cimahi. Diharapkan, bencana itu merupakan yang terakhir kalinya yang terjadi di Kab. Bandung. Selain itu, diharapkan, semua pihak meningkatkan keimanan dan ketakwaannya.
Bahkan katanya, Sabtu (26/2) ini, MUI Kab. Bandung akan melakukan salat jenazah massal di sekira 100 m di lokasi kejadian dari arah Timur. Untuk itu, pihaknya mengimbau kepada MUI di seluruh desa, pondok pesantren, ormas dan LSM Islam untuk melakukan doa bersama pula.
Menurut Yayat, semua korban longsor bisa dikategorikan mati sahid. Korban yang meninggal akibat bencana longsor dan sulit ditemukan maka boleh dilaksanakan salat jenazah di tempat kejadian atau salat gaib. Batas maksimal waktu pencarian korban diserahkan kepada keputusan Tim SAR. Namun, MUI Kab. Bandung mengimbau kepada Tim SAR untuk terus melakukan pencarian sampai batas maksimal. Apabila di kemudian hari jenazah ditemukan, maka tetap dilakukan pengurusan sebagaimana mestinya sesuai kondisi jenazahnya.
(A-136/A-106/A-115/A-64/A-112)*** docPR,rabu23feb2005

class action

Walhi Nilai Upaya Hukum Sangat Tepat
Warga Akan "Class Action" Pengelola TPA Leuwigajah

CIMAHI, (PR).-Warga Kampung Cilimus, Desa Batujajar Timur, Kec. Batujajar, Kab. Bandung yang rumahnya tertimpa longsoran sampah berencana menuntut pengelola TPA Leuwigajah ke pengadilan. Pasalnya, pengelola TPA dianggap tidak pernah menggubris keluhan warga berkaitan dengan keberadaan TPA tersebut hingga akhirnya timbul bencana yang merenggut ratusan nyawa dan lenyapnya harta benda.
Rencana class action tersebut diungkapkan dua orang warga Kampung Cilimus, Nana Rusmana (30) dan H. Amid ketika ditemui "PR" di tempat penampungan pengungsi di SD Negeri 2 Batujajar Kampung Haurngambang, Desa Batujajar Timur, Selasa (22/2).
"Sebelum musibah ini terjadi, kami telah berkali-kali melakukan unjuk rasa agar TPA Leuwigajah segera ditutup. Namun, aksi kami tidak pernah digubris. Ratusan truk sampah dari Kab. Bandung, Kota Bandung, dan Kota Cimahi tetap saja membuang ke TPA Leuwigajah," jelas Nana.
Menurutnya, gundukan sampah di TPA Leuwigajah sudah terlalu tinggi dan daya tampungnya sudah habis. Kerena itu, warga meminta agar pengelola TPA segera mencari tempat lain yang memadai. Warga khawatir jika sampah dipaksakan dibuang ke Leuwigajah bakal menimbulkan masalah di kemudian hari. "Kekhawatiran warga ternyata benar-benar terjadi. Karena itu, kami bertekad membawa masalah ini ke pengadilan," tegas Nana.
Sementara itu, Endang Suhaeri, warga Kampung Gunung Aki, RT 3 RW 8 Desa Batujajar Timur, Kec. Batujajar kepada "PR" meminta pemerintah setempat segera merelokasi korban longsor. Namun tentunya, relokasi tersebut harus disesuaikan dengan bangunan rumah yang dimiliki warga sebelumnya. "Pokoknya, Bapak mah minta segera direlokasi. Karena kita tidak mungkin tinggal di sini. Apalagi, gas dari sampah itu kan membahayakan kesehatan kita," tuturnya.
Sementara sampai saat ini, katanya, cukup banyak warga yang berinisiatif sendiri mengungsi ke daerah lain. Tentunya, mereka khawatir akan adanya longsor susulan. Terlebih lagi, akibat longsor tersebut, bangunan rumah mereka patah dan retak-retak sehingga rawan ambruk. Sayangnya, sampai saat ini, tidak ada bantuan apa pun yang diterima warga yang mengungsi ke luar kampung. Padahal, selama itu pula, mereka tidak bisa mencari mata pencaharian yang cukup untuk keluarganya.
Secara terpisah, Direktur Operasional Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung, Ir. Cece Iskandar dan Kepala Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Ir. Sumardjito Budi R.A.M. mengatakan bahwa rencana relokasi permukiman warga Kp. Cilimus sudah dibahas sejak Tahun 2003. Sebanyak 114 kepala keluarga (kk) menyatakan siap direlokasi. Namun, karena masalah biaya dan sumber dana, rencana itu pun sampai saat ini belum terealisasi.
Walhi mendukung
Sementara itu, rencana gugatan class action oleh masyarakat yang mengalami musibah disambut positif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat. Direktur Walhi Jabar Deni Jasmara mengatakan, pihaknya akan segera "merapat" ke masyarakat dan memberi support. "Apalagi, kalau masyarakat belum memiliki kuasa hukumnya, kita akan upayakan," kata Deni yang dihubungi, Selasa (22/2) malam.
Ia menyatakan, rencana class action itu sudah tepat. "Itu upaya yang paling tepat, sebab masyarakat bersangkutan yang merasakan langsung akibat bencana longsoran sampah itu. Saya berharap masyarakat segera melakukan konsolidasi agar mereka bisa solid dan sepakat tentang upaya menggugat pihak pemerintah," ucap Deni Jasmara.
Dikatakan, pemerintah dipastikan tidak akan tinggal diam dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat agar mereka tetap tenang. "Diharapkan, masyarakat kompak dengan rencana gugatan itu. Jangan sampai di tengah jalan ada yang terus dengan rencana gugatan, tapi ada yang balik mencabutnya," ujarnya.
Deni juga menyarankan agar masyarakat bertemu dan melakukan dialog dengan pihak yang faham dalam persoalan hukum. "Kami juga berharap LSM-LSM yang terkait dengan soal ini turut serta melakukan advokasi dan mendukung upaya masyarakat. Sebab, proses gugatan class action itu akan panjang serta memerlukan ketahanan mental tersendiri. Masyarakat harus benar-benar sabar dan tidak putus asa," katanya.
Tentang materi gugatan, menurutnya, yang paling sesuai adalah tentang kelalaian yang menyebabkan korban jiwa. "Sebab, kalau materinya menyangkut kejahatan lingkungan, perundangan yang khusus mengatur soal sampah ini belum ada," tegasnya.(A-136/A-106/A-64)*** doc PR,rabu,23feb2005

hilanglah...

Keluarga Hilang, Dodo Daiko Kini Sendiri
Wajah Dodo Daiko (24), warga Kp. Cilimus RT.02/09 Desa Batujajar Timur Kec. Batujajar, tampak muram. Badan gempal serta rambutnya yang panjang sebahu, tidak mampu menyembunyikan kepedihan hati pemuda lajang tersebut. Sambil duduk termangu, Dodo sesenggukan menangis di sudut ruang SD Negeri Haurngambang yang dijadikannya sebagai tempat mengungsi.
Dodo mencucurkan air mata karena ditinggal wafat oleh 10 orang tercintanya sekaligus. Ya, pada Senin dini hari (21/2), seluruh keluarga Dodo meninggal dunia tertimbun longsoran sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah Cimahi. Bahkan hingga Selasa petang (22/2), jenazah mereka belum seluruhnya berhasil dievakuasi.
Dodo menuturkan, mereka yang menjadi korban timbunan sampah adalah orang-orang terdekatnya yang selama ini hidup bersama dalam satu rumah. Mereka adalah orang tua Dodo yakni Sulaeman dan Kuraesin. Selain itu ikut tertimbun pula dua kakaknya, Warsa dan Patimah, ditambah tiga orang adiknya Zubaedah, Caca, dan Rafi. Dalam rumah tersebut turut tinggal pula tiga keponakannya yaitu Wisnu, Deri, dan Gina.
"Saya tidak tahu lagi nasib mereka saat ini. Namun harapan untuk menemukan mereka dalam keadaan hidup sangat tipis. Pasalnya, tempat tinggal kami termasuk yang terkena timbunan sampah cukup tebal," jelasnya sambil tak henti-henti mencucurkan air mata.
Dodo menceritakan, pada malam nahas itu dia telah tidur sejak pukul 20.00 WIB. Udara dingin serta hujan deras yang turun sejak sore hari, membuat pria bujang itu malas ke luar rumah. Seusai menonton acara TV, Dodo bergegas menarik selimut dan segera menguntai mimpi.
Sekira pukul 22.00 WIB. Dodo mengaku terbangun untuk buang air kecil. Pada saat itu, sepuluh anggota keluarganya terlihat sudah beristirahat. Mereka ada yang tidur di ruang tengah dan sebagian lagi tidur di kamar masing-masing. Suara TV tak terdengar lagi. Yang tersisa hanya bunyi dengkur saling bersahutan satu sama lain.
Melihat hal itu, Dodo kembali masuk kamar mencoba melanjutkan kisah mimpinya yang terpotong. Tak ada gejala yang mencurigakan saat itu. Semuanya berjalan seperti biasa. Bedanya, hanya pada cuaca yang kurang bersahabat. Hujan terus turun seolah tak ada habisnya. Selain itu, petir kencang bersahut-sahutan mendera alam. Dodo tak memedulikan semua itu. Dia kembali menarik selimut dan menggunakannya rapat-rapat.
Namun sekira pukul 2.00 WIB, Dodo terbangun lagi. Suara gemuruh dan sebuah entakan benda keras memaksanya untuk membuka matanya lebar-lebar. Dia tersentak, sebab kamarnya yang semula hangat tiba-tiba menjadi lembap. Selain, kamarnya begitu gelap gulita.
Menyadari hal itu, Dodo mencoba mencari jalan ke luar. Namun semua pintu sepertinya sudah terganjal dari luar. Akhirnya Dodo mendobrak langit-langit rumah dan mencoba menerobos genting. Dari sana lagi-lagi dia terhalang oleh gundukan sampah yang juga telah menutupi seluruh atap rumahnya. Namun nasib baik masih berpihak padanya. Dia menemukan timbunan sampah yang sedikit lebih tipis sehingga bisa dikuakkan dari dalam.
Sejenak kemudian Dodo berhasil ke luar. Di tengah guyuran air hujan dia menatap kampung halamannya yang telah rata tertimbun sampah. Teledornya pengelolaan sampah, akhirnya merenggut kebersamaan keluarga dari kehidupannya.
(Dodo Rihanto-Eri Mulyani/ "PR") *** doc PR,rabu,23feb2005

untung weh....


Celah Jendela Selamatkan Wawan dari Maut
HARI baru lepas magrib ketika Minggu (20/2) hujan mengguyur deras Kampung Cilimus, Desa Batujajar Timur, Kec. Batujajar, Kab. Bandung. Seperti juga daerah lain di Kab. Bandung dan kota-kota lain di Jabar, saat itu hujan memang bak air yang ditumpahkan serentak dari langit. Petir berkali-kali terdengar menggelegar ditimpali kilat sambar-menyambar.
Ket Gambar : WAWAN (kanan) dan Sulastri, korban bencana longsor masih terlihat depresi karena salah seorang putranya ikut tertimbun gundukan sampah.*DODO/"PR"
Kecuali suara angin, curahan air hujan, dan petir, suasana Kampung Cilimus yang terletak persis di bawah timbunan sampah TPA Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah Cimahi itu begitu senyap dari aktivitas penghuninya. Sungguh tak nyaman. Suasana seperti itu ditambah oleh dinginnya udara yang menusuk tulang, sudah cukup bagi warga untuk memilih tinggal di rumah masing-masing. Seiring berjalannya malam, sebagian warga pun menyelinap ke balik kamar, menutup pintu, untuk kemudian membungkus diri dengan selimut hangat. Tak ada yang berani berkeliaran di luar rumah.
Namun, tidak demikian halnya dengan keluarga Wawan (30), yang menempati sebuah rumah di RT 07/ RW 12. Bersama istrinya, Sulastri, Wawan tak bisa tidur. Hatinya gelisah. Kegelisahan itu dipicu oleh Gilang (9), anak sulung mereka, yang saat itu tengah menginap di rumah Emi (60), neneknya. Gilang biasanya suka tidur dengan bibinya, Nenti (26). Kendati rumah Wawan dan Emi tak terlalu jauh dan masih dalam satu kampung, entah mengapa sosok Gilang begitu menguasai pikiran Wawan dan Sulastri.
Setiap kali cahaya kilat berkilau dan disusul suara gelegar petir, saat itulah wajah Gilang berkelebat di kepala Sulastri. "Astagfirullah al'adzim..., ada apa dengan Gilang, Pak," seru Sulastri manakala wajah anak sulungnya itu kembali terbayang. Kegelisahan Sulastri semakin menjadi-jadi ketika Rizky (3), anak bungsu mereka, menarik-narik lengannya mengajak ke luar rumah. "Ma ka luar ma, di dieu mah sieun," rengek bocah hitam manis itu tanpa menyebutkan alasan mengapa dia tidak betah tinggal di dalam rumah.
Permintaan tak wajar itu tentu saja membuat Wawan dan Sulastri bingung. Dalam kondisi hujan deras seperti itu, tak mungkin Wawan meluluskan permintaan dan rengekan anaknya. Beberapa kali mereka berusaha ngabebenjokeun keinginan anak bontotnya. Pada saat itu terbersit pikiran untuk menyusul Gilang ke rumah neneknya. Namun karena hujan begitu deras, niat itu urung. Akhirnya Wawan mengajak Sulastri dan Rizky masuk ke peraduan.
Malam kian larut. Udara kian menggigit kulit dan menusuk tulang. Namun, kantuk sepertinya enggan hinggap di mata Wawan dan Sulastri. Mereka sulit memejamkan mata. Rasa gelisah rupanya sudah menguasai mereka. Kegelisahan itu menemukan muaranya ketika sekira pukul 0.00 WIB, dari arah tumpukan sampah di TPA Cireundeu, terdengar bunyi "greg, greg". Akan tetapi, Wawan belum hirau. Barulah ketika air mulai mengalir dan masuk membasahi lantai rumah, Wawan mulai curiga. "Semula suami saya hanya menduga kampung ini bakal dilanda banjir. Tak terbersit sedikit pun kampung bakal tertimbun longsoran sampah," ungkap Sulastri saat memaparkan kronologis bencana yang menimpa keluarganya, Senin (21/2). Untuk sementara, Sulastri dan Wawan tinggal di tempat pengungsian SDN Haurngambang, Desa Batujajar Timur.
Karena itu, lanjut Sulastri, Wawan hanya mengajaknya berdoa agar mereka selamat dari marabahaya. Namun sekira pukul 2.00 WIB, bunyi "greg... greg..." semakin kerap terdengar. Puncaknya, bunyi asing tersebut terdengar lebih kencang disusul dengan bunyi gemuruh disertai berderaknya pohon-pohon yang tumbang.
Tidak berapa lama kemudian, rumah mereka bergetar hebat seakan tertimpa beban yang sangat berat. Benar saja, hanya berselang beberapa detik, rumah mereka ambruk. Untung saja, kamar tempat mereka berlindung masih bisa menahan beban tumpukan sampah yang menindihnya sehingga tidak langsung rata dengan tanah. Meski demikian, mereka tetap histeris dan dilanda kepanikan karena terjebak di dalam kamar. Kalimat istigfar dan doa-doa pun dipanjatkan.
Di tengah kepanikan, naluri untuk menyelamatkan diri muncul dalam diri Wawan. Dia berusaha mencari celah-celah untuk bisa ke luar dari dalam kamar. Dalam kondisi gelap dan basah, Wawan meraba-raba dinding kamar, hingga akhirnya dia menemukan daun jendela. Dengan sekali tendangan, daun jendela tersebut jebol. Satu per satu mereka mencoba menerobos puing rumah dan tumpukan sampah dari celah tersebut. "Saat itu hujan masih deras sehingga ketika kami sampai di luar rumah, basah kuyup," ujar Sulastri sambil sesenggukan menahan tangis.
Meski basah dan menggigil, Wawan, Sulastri, dan Rizky bergeming. Mereka terus lari menerobos di antara derasnya air hujan, untuk menuju ke rumah Emi, di mana Gilang menginap. Tetapi langkah mereka terhenti, ketika sampai di lokasi, rumah Emi tak terlihat lagi. Yang ada di hadapan mereka hanyalah tumpukan sampah setinggi lebih kurang 30 meter. Begitupun dengan rumah-rumah para tetangga, seperti lenyap ditelan timbunan sampah.
Wawan tidak menerima kenyataan itu. Dengan cakarnya yang lemah, dia berusaha mengais-ngais sampah yang menggunung menutupi rumah ibunya. Akan tetapi, upaya itu sia-sia. Gundukan sampah terlalu tebal. Akhirnya Wawan ambruk kepayahan. Di tengah guyuran hujan dia menangis meraung-raung meratapi nasib orang-orang yang dicintainya.
Hingga Senin (21/2) petang, Wawan masih terlihat stres. Dia sama sekali tidak bisa diajak bicara. Nama Gilang, Emi, dan Nenti selalu dipanggilnya. Sesekali dia menepuk-nepuk dahinya sendiri. Menurut Sulastri, Wawan mungkin menyesal mengapa tidak segera menyusul Gilang, padahal nalurinya sudah mengajak melakukan hal itu.
Bisikan naluri kadang memang sulit dimengerti. Namun, naluri--dengan caranya sendiri--sering kali memberi banyak petunjuk tentang sebuah peristiwa. Sayangnya, kita hanya dikaruniai sedikit kemampuan membaca dan menerjemahkan naluri, yang bahkan datang dari diri kita sendiri-(Dodo Rihanto/"PR")*** doc PR,selasa,22feb2005

ceuk urang ge......!

Gubernur, ”Pengelolaan TPA tak Optimal”

CIMAHI, (PR).-Untuk menghindari longsor susulan, Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan menyatakan bahwa pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah Cimahi untuk sementara dihentikan. Apalagi, proses evakuasi pencarian korban longsor terus dilakukan. Untuk itu, Pemkot Cimahi, Pemkot Bandung, dan Kab. Bandung diimbau untuk mencari lokasi lain untuk tempat pembuangan sampah.
Demikian disampaikan gubernur ketika meninjau langsung lokasi longsor di Kp. Cilimus, Desa Batujajar Timur, Kec. Batujajar, Kab. Bandung bersama Ketua DPRD Jawa Barat, Drs. H.A.M. Ruslan dan Wakil Ketua DPRD Jabar, Achmad Ru'yat, Bupati Bandung, H. Obar Sobarna, S.Ip., dan Wali Kota Cimahi, Ir. H.M. Itoc Tochija, M.M., Senin (21/2).
Pada saat yang sama, gubernur menyerahkan bantuan dana sebesar Rp 100 juta kepada Bupati Bandung untuk membantu operasional penanganan bencana dan evakuasi serta uang duka cita bagi korban longsor. Selain uang, gubernur menyerahkan pula 1 ton beras dan lauk-pauknya.
Disebutkan gubernur, untuk menanggulangi bencana longsor ini, pemerintah setempat bersama aparat dan instansi terkait harus segera melakukan tindakan-tindakan penanganan, baik itu jangka pendek ataupun jangka panjang. Untuk jangka pendek yaitu identifikasi dan mengevakuasi korban dan keluarganya, menangani yang luka-luka atau sakit baik itu di posko ataupun dibawa ke rumah sakit terdekat. Pada pelaksanaannya, Pemprov Jabar akan mengirimkan beberapa alat berat untuk memudahkan proses evakuasi.
Sementara untuk jangka panjang, Pemkab Bandung hendaknya segera mencari lokasi baru untuk merelokasi warga yang rumahnya atau sawahnya tertimbun sampah.
"Karena itu, besok (hari Selasa ini, red.) saya akan lakukan pertemuan dengan tiga pemerintah daerah yaitu Kota Cimahi, Kota Bandung, dan Kab. Bandung. Dalam hal ini, bupati tidak usah merasa sendiri, karena masih ada saya dan DPRD," ujarnya.
Pertemuan itu, lanjutnya, dilakukan di antarnya guna membahas kelanjutan nasib TPA Leuwigajah apakah akan ditutup seterusnya atau akan dipertahankan dengan melakukan penyempurnaan-penyempuranaan pada proses pengelolaannya.
Diakui gubernur, pengelolaan sampah di TPA Leuwigajah sampai saat ini belum optimal karena baru dilakukan dengan oven dumping. Melihat kondisi yang ada di lapangan, menurut gubernur, bencana tersebut sebetulnya sudah bisa diprediksi.
169 titik longsor
Secara terpisah, Bupati Bandung, Obar Sobarna, S.Ip. didampingi Ketua DPRD Kab. Bandung, Drs. H. Agus Yasmin mengatakan bahwa musibah tersebut merupakan hal yang tidak terduga. Bahkan, di wilayah Kab. Bandung, tercatat sebanyak 169 titik rawan longsor dan 33 titik di 11 kecamatan rawan banjir. Pada malam kemarin saja, terjadi musibah longsor atau pun banjir di tujuh titik di wilayah Kab. Bandung.
Menyinggung upaya relokasi, menurut Obar, hal itu bukanlah hal yang mudah. Selain membutuhkan pemikiran yang lebih, juga membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Sementara Wali Kota Cimahi, Itoc Tochija, mengatakan, untuk mengantisipasi terjadinya longsor susulan, Pemkot Cimahi mengharapkan adanya pembangunan benteng penahan. Namun, biaya pembangunannya mencapai Rp 7 miliar. Dengan demikian, hal itu harus ditanggulangi oleh tiga pemerintah daerah dengan difasilitasi oleh Pemprov Jabar. Bahkan, ia berharap, pengelolaan TPA dilakukan secara bersama-sama. Apalagi, TPA itu tidak hanya digunakan oleh Cimahi, tapi juga Kota Bandung dan Kab. Bandung.
Menyinggung penyetopan sementara TPA Leuwigajah, Itoc sepakat dengan keputusan itu. Namun, pihaknya mengaku kesulitan mencari tempat lain untuk membuang sampah dari Kota Cimahi. Mengingat, Bupati Bandung menyatakan keberatannya jika Cimahi membuang sampah ke TPA Jelekong dengan alasan warga di sekitar TPA tersebut sudah sejak lama menuntut agar TPA itu ditutup.
Sementara, Wali Kota Bandung Dada Rosada berharap masyarakat bisa memaklumi apabila beberapa hari ini sampah di Kota Bandung tidak terangkut ke TPA. (A-136/A-115/A-100)*** doc PR,selasa22feb2005

sudah saatnya.....!!!

Ade Suhanda, ”TPA Itu Sudah Saatnya Dipindah”
Sampah TPA Leuwigajah Dibiarkan Menggunung
BELUM juga rencana pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Leuwigajah yang berlokasi di Kec. Cimahi Selatan secara terpadu direalisasikan, bencana longsor datang mendahului. Seperti biasa, rencana tinggal rencana karena perencanaan acap kali didahului bencana yang sebetulnya sudah jauh-jauh hari diprediksi para ahli dan akademisi yang melakukan penelitian di sana, termasuk pengelolanya sendiri.
Konon, TPA Leuwigajah yang sudah digunakan sejak tahun 1987-an itu, umurnya tinggal lima tahun lagi. Karena sistem pengelolaan TPA yang saat ini luasnya mencapai 25,1 ha itu baru sebatas open dumping yaitu dibuang ke landasan kemudian didorong oleh alat berat hingga ke jurang.
Berdasarkan data di UPTD Kebersihan Kota Cimahi dan Kantor Pengaturan TPA Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung, ribuan sampah dari Kota Bandung, Kab. Bandung, dan Kota Cimahi setiap harinya dibuang ke tempat itu. Rata-rata, sampah dari Kota Bandung itu mencapai 2.700 m3/hari, Kab. Bandung sebanyak 700 m3/hari, dan Kota Cimahi sebanyak 400 m3/hari. Jika ditotal setiap harinya, setidaknya sampah yang dibuang ke TPA Leuwigajah mencapai 3.800 m3/hari. Jika dikalikan setahun atau 365 hari saja sudah 1.387.000 m3. Tentunya, bisa diestimasi berapa jumlah sampah yang dibuang selama kurang lebih 18 tahun itu.
Sementara itu, ribuan kubik sampah itu sama sekali tidak dikelola dengan baik. Sampah-sampah itu pun hanya dibuang ke jurang. Tak heran, jika muncul prediksi bahwa usia TPA hanya lima tahun lagi. Bagaimana tidak? Selama itu pula, pembuangan jutaan kubik sampah tidak diimbangi dengan pengelolaan yang maksimal. Akibatnya, polusi udara dan pencemaran lingkungan selalu dikeluhkan masyarakat di sekitarnya, baik itu warga RW 10 Kampung Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan atau pun Kampung Cilimus Desa Batujajar Timur Kec. Batujajar, Kab. Bandung yang berbatasan langsung dengan lokasi sampah.
Baik Kepala UPTD Kebersihan Kota Cimahi Sutisna Sumantri, S.T. atau pun Kasubsi Pengaturan TPA PD Kebersihan Kota Bandung Riswanto, mengakui bahwa open dumping itu merupakan sistem yang paling buruk dilakukan. Namun, sistem ini sebagian besar diterapkan di TPA di Indonesia. Padahal, dengan sistem ini, aliran air licit atau air lindi yang berasal dari sampah bisa menimbulkan pencemaran bagi lingkungan di sekitarnya, termasuk bau dan lalat.
Selain itu, katanya, karena tidak dipadatkan dengan tanah, gunungan sampah pun menjadi rawan longsor. Akibatnya, jika secara terus-menerus diguyur hujan, gunungan itu rentan ambruk karena tidak ada tanah yang menahannya. Kekhawatiran itu pun akhirnya terbukti pada bencana longsor yang terjadi Senin, (21/ 2).
Setelah sebagian besar wilayah Kota Cimahi Kab. Bandung, dan Kab. Bandung terus diguyur hujan, longsor sampah terjadi di lokasi PD Kebersihan Kota Bandung. Diperkirakan, jutaan kubik sampah dari lokasi pembuangan terseret air sejauh 1 km. Diduga karena getaran longsor itu sangat kuat, jutaan kubik sampah pun akhirnya terseret dan menimbun puluhan rumah di Kampung Cilimus dan Kampung Pojok. Bencana yang sudah diprediksi jauh-jauh hari pun akhirnya terjadi.
Menurut keterangan sejumlah pihak, termasuk warga di sekitar TPA, mereka pernah diperingatkan oleh para peneliti dari IPB dan LIPI bahwa kondisi tanah di sekitar TPA begitu labil. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, warga di sekitar TPA, di antaranya Kampung Cilimus dan Kampung Pojok, hendaknya segera pindah dari tempat itu. Namun, karena tidak ada kepastian yang jelas tentang upaya relokasi, warga memutuskan untuk tetap bertahan. Toh, mereka menempati tempat tinggalnya yang sudah lebih dulu berdiri di sana dibandingkan TPA.
Lagi-lagi karena penanganannya tidak cepat dilakukan, musibah pun akhirnya datang mendahului. Padahal, kejadian yang sama sempat terjadi sebelumnya yaitu sekira Tahun 1991-an. Setidaknya 7 rumah hancur tertimbun longsor. Meskipun musibah itu tidak sebesar tahun ini, tapi setidaknya kejadian itu hendaknya jadi cermin bagi semua pihak sehingga kejadian yang sama tidak akan terulang.
**
PERISTIWA yang terjadi di Kampung Cilimus dan Kampung Pojok adalah yang buah dari tidak profesionalnya pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah. Bagaimana tidak, sampah yang ada dibiarkan menggunung tanpa ada perlakuan. Seharusnya, volume sampah diperkecil dengan cara dibakar menggunakan teknologi pembakaran
(incineration), didaur ulang, atau diuraikan dengan teknologi biomassa.
Menurut Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Ade Suhanda Adnawijaya, sampah yang dibuang ke TPA Leuwigajah memang jumlahnya sangat banyak. Kalau dilihat kapasitasnya, TPA Leuwigajah masih memungkinkan untuk terus menerima buangan sampah. Namun, dilihat dari sisi pengelolaan lingkungan, ada kekeliruan karena sampah tersebut tidak dikelola dengan baik. "Kami melihat sampah di Leuwigajah terkesan dibiarkan," katanya.
Kalau memang tidak bisa dikelola dengan baik, Ade menyarankan agar dikerjasamakan kepada pihak swasta yang berpengalaman dalam menangani sampah. "Saya lebih setuju pengelolaan sampah ini diserahkan kepada pihak swasta yang berpengalaman, sehingga bisa dikelola dengan baik," katanya.
Menyinggung terjadinya korban di TPA Leuwigajah, menurut Ade, selain akibat pengelolaan sampah yang buruk, juga karena sikap warga sendiri yang bersikeras untuk tinggal di sana. Padahal, dalam studi yang dilakukan oleh konsultan Gretter Bandung Waste Management Coorporation (GBWMC), telah direkomendasikan agar penduduk yang ada di sekitar TPA Leuwigajah segera direlokasi ke tempat lain.
Pada bagian lain, Ade juga mengungkapkan adanya hasil studi yang dilakukan oleh Bandung Urban Development Projek (BUDP) agar TPA Leuwigajah direlokasi. Salah satu daerah yang direkomendasikannya adalah Kab. Sumedang dan ke Rawa Mekar Kab. Bandung. "Kalau melihat rekomendasi BUDP, memang sudah seharusnya dipindah karena di lokasi yang ditunjuk tadi lebih aman dan lebih luas," katanya.
Kita memang menjadi bangsa yang yang selalu terlambat bertindak. Belum juga bicara bagaimana penanganan TPA Leuwigajah lebih lanjut, pemerintah setempat kini dihadapkan dengan persoalan bagaimanakah mengatasi korban longsor yang ada. Akan dibagaimanakan jutaan kubik sampah yang telah menjadi hamparan dan menutupi rumah-rumah warga itu? Jika dipindahkan, ke mana? Beragam pertanyaan muncul di benak kita untuk menangani sampah ini.
Lantas, langkah seperti apa yang akan ditempuh tiga pemerintah yaitu Pemkot Cimahi, Pemkab Bandung, dan Kota Bandung yang difasilitasi Pemprov Jabar? Kita lihat saja nanti. Jika tidak cepat, bukan tidak mungkin akan terjadi bencana susulan. Apa harus menunggu lagi? (Eri Mulyani/Yedi Mulyadi/"PR" -doc PR senin 22feb2005

the beginning

Jumlah Korban Meninggal Diperkirakan Mencapai 141 Orang
Gunungan Sampah Ambrol, Sedikitnya 29 Tewas
CIMAHI, (PR).-Akibat guyuran hujan selama dua hari berturut-turut, gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Leuwigajah di Kel. Leuwigajah, Kec. Cimahi Selatan, Kota Cimahi longsor dan menimbun perumahan penduduk.
*** Ket Gambar : LONGSORAN tumpukan sampah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Leuwigajah menimbun persawahan dan puluhan rumah yang berada di bawahnya, Senin (21/2) dini hari. Sementara itu, sebuah beko berusaha membuka jalan yang menghubungkan Kp. Pojok Cimahi menuju Kp. Cilimus Desa Batujajar Timur Kec. Batujajar Kab. Bandung yang terputus akibat longsoran sampah ini.* M. GELORA SAPTA/"PR"
Akibatnya, puluhan rumah di Kp. Cilimus dan Kp. Gunung Aki, Desa Batujajar Timur, Kec. Batujajar, Kab. Bandung serta Kp. Pojok, Kel. Leuwigajah, Kec. Cimahi Selatan, Kota Cimahi tertimbun longsoran jutaan kubik sampah.
Dikhawatirkan sebanyak 141 jiwa tewas. Namun hingga tadi malam, sebanyak 29 jenazah telah ditemukan dan telah teridentifikasi. Sisanya diduga masih terkubur. Sedangkan sejumlah lainnya luka-luka.
Ambruknya gunungan sampah itu terjadi sekira pukul 2.00 WIB Senin dini hari di saat warga tengah lelap tidur. Gunungan yang berada di ketinggian sekira 50-70 meter di atas permukiman penduduk itu terseret hingga sejauh kurang lebih 1 km dari titik pembuangan hingga menghantam puluhan rumah penduduk.
Diduga kuat, korban yang tertimbun telah tewas. Pasalnya, ketebalan sampah di lokasi kejadian mencapai 30 meter sehingga kecil kemungkinan korban dapat menyelamatkan diri. Selain itu, gundukan sampah yang menimbun rumah warga menimbulkan aroma tidak sedap yang bisa membuat sesak napas. Terlebih lagi, gas amoniak dari sampah itu begitu menyengat.
Menurut Camat Batujajar, Drs. Agus Gusmana dan Kades Batujajar Timur, Syaeful Bachri kepada "PR" kemarin, lokasi yang tertimpa longsor tersebut berada di tiga titik yang diperkirakan seluas 20-25 ha, baik itu perkampungan atau persawahan. Mereka tersebar di RW 9 sebanyak 54 rumah, RW 8 sebanyak 7 rumah, dan RW 12 sebanyak 8 rumah dengan jumlah jiwa sebanyak 136 orang. Jumlah jiwa yaitu 105 orang di RW 9, 3 orang di RW 8, dan 28 orang di RW 12.
Sementara menurut Ketua RW 10 Kp. Pojok, Darmin Suhenda, Lurah Leuwigajah, Teten Suhana, dan Camat Cimahi Selatan, Drs. A. Sumardi, rumah yang tertimbun longsor di wilayah Cimahi sebanyak dua unit, satu di antaranya kosong. Rumah yang tertimbun milik Kel. Ade (50) bersama istrinya, Fatimah (49), Enur (16), Engkar (7), dan Nita (4).
Hingga petang kemarin, data korban jiwa masih simpang-siur. Berdasarkan data yang tercatat di Posko Bencana yang berlokasi di SDN Batujajar 2, Jln. Haurngambang No. 4 Desa Batujajar Timur, Kec. Batujajar, Kab. Bandung, jumlah yang meninggal hingga pukul 17.00 WIB kemarin sebanyak 19 orang, korban yang hilang sebanyak 29 orang, korban yang luka-luka sehingga harus dilarikan ke RS Cibabat, RS Dustira, dan RSHS sebanyak 13 orang.
Sementara berdasarkan data dari Kepala Badan Pengembangan Informasi Daerah Kab. Bandung, Drs. H. Adjat Sudradjat, M.Pd., jumlah rumah yang tertimbun longsor sebanyak 69 rumah. Dalam musibah itu pun sebanyak 27 orang jiwa sudah ditemukan dalam kondisi tak bernyawa, sedangkan sepuluh orang lainnya menderita luka berat dan ringan sehingga dilarikan ke RSHS dan RSU Cibabat.
Berdasarkan keterangan warga katanya, 64 orang diketahui selamat dan 47 orang lainnya masih dalam pencarian.
Sementara menurut keterangan Kepala Badan Kesbang Kota Cimahi, Drs. A. Ridwan, korban meninggal dunia yang ditemukan di sekitar Kp. Pojok, Kel. Leuwigajah, Kec. Cimahi Selatan sebanyak 11 orang. Mereka yaitu Enur warga Kp. Pojok dan sepuluh orang lainnya warga Kp. Cilimus.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun "PR" di lokasi kejadian, ambrolnya tumpukan sampah itu diawali oleh guyuran hujan yang turun terus-menerus dua hari sebelumnya. Sekira pukul 2.00 WIB warga sekitar mendengar suara ledakan cukup keras dari arah tumpukan sampah.
"Suara ledakan tersebut diikuti oleh munculnya semburan api. Kemudian sebagian gundukan sampah yang sudah menyerupai sebuah bukit itu ambrol. Jutaan kubik sampah melorot dalam kecepatan tinggi menyapu semua benda yang ada di bawahnya. Akhirnya arus sampah terhenti menimbun sawah, kebun dan rumah penduduk," jelas Nandang (30) warga Kp. Cilimus RT 07 RW 12 Desa Batujajar, Timur Kec. Batujajar yang mengaku melihat sendiri kejadian tersebut.
Menurutnya, sesaat setelah bukit sampah menimbun rumah warga, terdengar jerit tangis minta tolong. Warga pun tampak berhamburan menyelamatkan diri dari terjangan gundukan sampah ke lokasi yang lebih tinggi. Sementara yang lainnya, ada yang berusaha menyelamatkan keluarganya. Namun mereka tidak bisa berbuat banyak karena sebagian besar rumah warga sudah tertutup gundukan sampah. Mereka hanya bisa menolong warga yang mampu meloloskan diri ke tempat yang aman.
"Guyuran air hujan dan padamnya aliran listrik menyulitkan kami untuk menolong para korban. Yang dapat kami lakukan sangat terbatas. Gundukan sampah itu terlalu tebal sehingga sulit mengangkat korban yang tertimbun," jelas Nandang.
Sampah-sampah itu meluncur dari ketinggian dan bergerak ke dasar lembah hingga mencapai jarak sekira 2 km. Sementara menurut Sukandar (70) warga RT 3 RW 8, kejadian tersebut sama sekali tidak terduga. Ketika sedang salat tahajud pukul 0.00 WIB kemarin, ia merasakan getaran yang begitu kuat. Sekira pukul 1.30 WIB, getaran semakin kuat. Ketika keluar, ia melihat letupan api seperti meteor terbang ke atas langit dari arah TPA diiringi dengan bayangan hitam yang ternyata lautan sampah bergerak ke arahnya. Kemudian, Sukandar membangunkan Endah, istrinya dan berteriak menyerukan agar para tetangganya keluar rumah. Tak lama kemudian, gelombang sampah yang begitu dahsyat pun meruntuhkan rumahnya dan seluruh rumah milik tetangganya.
Menurut Sukandar, semula bencana itu sempat diprediksi oleh para peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Bahkan, warga sempat diminta untuk segera pindah karena dipastikan suatu saat longsor akan terjadi seperti yang terjadi kemarin. Namun, hingga sebelum kejadian, mereka belum mendapat kepastian apa pun dari Pemerintah Kab. Bandung atau pun PD Kebersihan Kota Cimahi dan Pemkot Cimahi.
Setelah kejadian tersebut, ratusan petugas baik itu dari Pemkab Bandung, Pemkot Cimahi, Pemkot Bandung, Polres Cimahi, Kodim 0609 Kab. Bandung, Kopassus Batujajar, Tim SAR, PMI, dan Dinas Kesehatan Kota Cimahi serta Kota Bandung, Gema Nusa dan Tim Satgana Daarut Tauhiid langsung meluncur ke lokasi kejadian.
Namun, petugas cukup kesulitan dalam melakukan evakuasi karena lokasi perkampungan tersebut sudah menjadi hamparan sampah. Proses itu pun sempat terganggu karena banyaknya masyarakat di luar lokasi yang datang untuk sekadar menonton.
Korban yang meninggal pun kemudian disemayamkan di Masjid Kp. Cilimus. Sementara yang luka-luka kemudian dilarikan ke RS Cibabat, RC Dustira, dan RSHS Bandung.
Menurut keterangan petugas, sekira pukul 05.00 WIB di lokasi RW 12, mereka mendengar suara rintihan seseorang di antara timbunan sampah. Mengetahui hal itu, petugas langsung berusaha membongkar tumpukan sampah yang bercampur-baur dengan bongkahan tembok. Namun, suara itu pun menghilang dan tak terdengar lagi hingga siang hari kemarin.
Untuk membantu proses evakuasi, dua alat berat diturunkan ke lokasi longsor. Namun, di sisi lain, hal itu memungkinkan beberapa rumah di bawahnya semakin amblas tertutup sampah. Bahkan, getaran beko sempat mengkhawatirkan petugas yang sedang berusaha mengeluarkan beberapa orang korban jiwa yang sudah diketahui jasadnya.
Sementara itu, korban yang selamat mengungsi ke Posko Pengungsian di SDN 2 Batujajar. Sebagian lainnya mengungsi ke keluarganya di luar kampung tersebut. Dengan menggunakan roda, motor, dan sepeda, mereka mengamankan berbagai barang dan harta bendanya keluar kampung. Namun, ratusan warga yang datang menonton cukup mengganggu kelancaran jalannya pengungsian dan evakuasi korban.
Sementara di tempat terpisah, tim penolong yang melakukan evakuasi korban longsor di Kp. Pojok RT 4 RW 10, Kel. Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan, Kota Cimahi berhasil menemukan 11 jenazah. Proses evakuasi dihentikan pukul 19.00 WIB karena gelap gulita. Jenazah terakhir yang berhasil ditemukan, Enur (16) warga Kp. Pojok RT 4 RW 10 Kel. Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan Kota Cimahi. Anak pasangan Ade dan Ny. Empat itu ditemukan pukul 18.00 WIB. Sementara kedua orang tuanya belum ditemukan.
Sedangkan ke-10 jenazah lainnya yang ditemukan yaitu, Usep, Imas, Hermawati, Ayu Amalia, Endang, Rina, Windi, Cuntaka, Nani, dan Dira. Semuanya warga Kp. Cilimus RW 12 Kel. Batujajar Timur Kab. Bandung.
Camat Cimahi Selatan, Drs. A. Sumardi dan Kepala Bakesbang Kota Cimahi, Drs. A. Ridwan menjelaskan, warganya yang menjadi korban longsor diperkirakan berjumlah 5 orang, yaitu keluarga Ade beserta istri (Ny. Empat) dan ketiga anaknya (Enur, Kartini, dan Tita). "Hingga proses evakuasi dihentikan, yang ketemu baru Enur. Sedangkan Ny. Empat dan kedua anaknya belum juga ditemukan. Mudah-mudahan besok bisa ketemu," harapnya.
Ditambahkan, dari data yang berhasil dikumpulkan, di lokasi longsor Kp. Pojok diperkirakan terdapat 29 warga yang tertimbun longsor, 5 warga Kp. Pojok RT 4 RW 10, Kel. Leuwigajah, Kec. Cimahi Selatan, Kota Cimahi dan 24 warga Kp. Cilimus RW 12 Kel. Batujajar Timur, Kab. Bandung.
"Yang baru ditemukan sebanyak 11 warga, yaitu 1 warga Kp. Pojok dan 10 warga Kp. Ciliimus. Berarti ada sekitar 18 mayat lagi yang belum ditemukan," jelasnya.
Sementara itu, ribuan warga yang memadati lokasi kejadian di Kp. Pojok berangsur-angsur membubarkan diri sesaat setelah proses evakuasi dihentikan.
Menurut Dandim 0609 Cimahi Letkol Ahmad, kehadiran ribuan warga di lokasi kejadian cukup menyulitkan proses evakuasi. Pasalnya, mereka hanya menonton.
"Kita akan membuat semacam police line sehingga warga tidak bisa ke lokasi longsor. Tapi hanya orang-orang tertentu yang bisa ke sana. Misalnya, keluarga korban atau relawan," tegasnya.
Ahmad berharap proses evakuasi bisa berjalan cepat. Terlebih masih banyak korban yang belum ditemukan. "Data awal yang kita punya sedikitnya ada 141 warga yang tertimbun longsor. Sampai saat ini baru ditemukan 30 orang, 11 di sini dan 19 di sana. Berarti masih ada sekira 111 orang lagi," ucapnya lirih.
Pihaknya sudah meminta tambahkan alat berat. Saat ini alat berat yang sudah dioperasikan sebanyak 5 unit, 3 unit di Kp. Pojok dan 2 unit di Kp. Cilimus. "Mudah-mudahan tambahan alat berat yang saya minta bisa datang besok pagi sehingga para korban bisa cepat ditemukan semuanya," harapnya ...........
Doc, PR selasa, 22 feb 2005